Tuesday, October 4, 2011

Sifat Konvensional Bahasa


Selanjutnya, mengapa ketika seorang guru di ruang kelas Sekolah Dasar meminta salah seorang muridnya untuk mengambil penghapus papan tulis yang tertinggal di kantor kepala sekolah, seorang murid lalu pergi kmudian datang dan membawa penghapus papan tulis, bukan sesuatu yang lain, misalnya ember, atau kecoa. Hal itu dimungkinkan terjadi oleh fakta bahasa  bahwa antara sang guru maupun sang murid sama-sama merujuk kepada satu realitas yang sama dari konsep penghapus papan tulis. Ilustrasi ini menegaskan bahwa bahasa besifat konvensional, yaitu kesepakatan penuturnya.
Siafat konvensional bahasa inilah yang membuat bahasa menjadi bahasa dalam pengertian memungkinkan bahasa mampu menjalankan tugasnya sebagai alat komunikasi, interaksi dan transaksi antara penuturnya. Meskipun secara arbitrer penutur bahasa dapat menentukan unit linguistic yang ia inginkan untuk suatu konsep/ide tertentu namun penentuan “pasangan-bentuk-dan-makna” tersebut tidak akan menjadi permanen menjadi bagian dari khazanah kosa kata bahasa tersebut bila tidak tercipta kesepakatan segenap anggota komunitas bahasa tersebut. Dengan kembali mengambil contoh konsep “roti” dalam bahasa Indonesia yang sudah disebutkan terdahulu, kita dapat dengan aman menyimpulkan bahwa ia tidak akan menjadi “roti” kalau komunitas tutur bahasa Indonesia tidak bersepakat menyebutnya [roti].
Bila umpamanya ada diantara kita yang hadir ditempat ini tidak lagi sepakat menggunakan kata “roti” dan ingin menggantinya dengan kata lain kemudian ia membuat kata  baru, misalnya “linggis”, dan terus menerus menggunakan kata itu serta berhasil membuat mayoritas penutur bahasa Indonesia yang lain menggunakannya, maka dalam kurun waktu tertentu entah 10 tahun, entah 100 ke depan, apa yang hari ini kita sebut [roti] pasti akan menjadi [linggis]. Demikian juga halnya dengan kata-kata lain yang dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa apapun. Sebuah kata tetap akan bertahan menjadi bahagian dari kosakata bahasa tertentu bila penutur bahasanya tidak lagi bersepakat menggunakan dan menggantikannnya dengan kata lain.
Sumber Arifin, M.B, Bahasa Anugerah yang Terlupakan. 2009

No comments:

Post a Comment